Senin, 06 Juni 2011

PENGERTIAN TNI DAN STRUKTUR JABATAN TNI


PENGERTIAN TNI DAN STRUKTUR JABATAN TNI

Pengertian-pengertian
a.  Pertahanan menurut kamus besar Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1989 adalah :
1) Perihal bertahan (mempertahankan).
2) Pembelaan (negara dsb).
3) Kubu atau benteng (yang dipakai untuk membela diri atau menangkis serangan).
b. Pertahanan nasional menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1989 adalah :
1) Segala usaha untuk mencegah dan menangkis lawan, melindungi dan membela kepentingan nasional terhadap segala macam paksaan dengan kekerasan dan serangan dari pihak lain.
2) Kekuatan, kemampuan, daya tahan, dan keuletan yang menjadi tujuan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar ataupun dari dalam, yang secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
c. Pertahanan negara menurut penulis sebaiknya adalah kesiapan negara untuk menghadapi ancaman yang berbentukkekerasan terhadap kedaulatan negara, disintegrasi dan keselamatan bangsa.
d. TNI adalah singkatan dari Tentara Nasional Indonesia.
e. Polri adalah singkatan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

HAL-HAL YANG DIAMATI DAN PEMBAHASAN

    Dari segi defenisi (pengertian) pertahanan.

a.  Dari segi pengertian atau makna pertahanan pada Undang-undang No.3 tahun 2002 terlihat adanya dua pengertian yang berbeda. Disatu pihak pada pasal 6 makna pertahanan meliputi semua gatra (IPOLEKSOSBUDMIL). Pasal 6 tertulis "Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membina daya kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman." Dipihak lain pasal pasal 25 ayat (2) dan pasal 7 ayat (3) makna pertahanan hanaya berkaitan dengan militer. Pasal 25 ayat (2) tertulis "Pembinaan pertahanan negara ditujukan untuk membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan Tentara Nasional Indonesia serta komponen pertahanan lainnya". Pasal 7 ayat (3) tertulis "Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menenpatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa".

b.  Adanya dua arti yang berbeda ini dapat membuat perbedaan pengertian/pemahaman bagi pembaca. Seyogyanya (lazimnya) produk-produk hukum harus menghindari adanya dualisme pengertian, untuk mencegah interprestasi yang berbeda. Menurut pendapat penulis, sebaiknya makna pertahanan hanya dikaitkan dengan gatra militer (dan perkuatannya). Hal ini akan sinkron dengan makna yang tersirat dalam tugas-tugas Departemen Pertahanan (Sesuai Keputusan Menteri Pertahanan Nomor KEP/19/M/XII/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertahanan) dan sesuai dengan salah satu makna pertahanan yang tertulis dalam kamus besar bahasa Indonesia. Lagi pula, mengaitkan makna pertahanan dengan semua gatra (IPOLEKSOSBUDMIL) kurang memberi manfaat. Misal ada ancaman pihak lain terhadap ekonomi nasional (Gatra Ekonomi) dengan memproteksi produk-produk Indonesia. Sepanjang itu dilakukan dengan aturan-aturan yang berlaku secara internasional kita tetap tidak dapat melakukan apa-apa selain melakukan pendekatan atau negosiasi. Dan memang hal seperti itu dapat terjadi setiap saat. Dilain pihak semua institusi di bidang ekonomi senantiasa harus mengantisipasi hal-hal seperti itu. Demikian pula ancaman terhadap gatra-gatra lainnya sudah secara otomatis ditangani oleh institusi yang membidanginya, karena itu termasuk tugas pokoknya. Oleh sebab itu pengertian pertahanan sebenarnya tidak perlu mencakup semua gatra, cukup dibatasi pada gatra militer. Dengan demikian isi undang-undang pertahanan akan menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami, tanpa mengurangi kesiapan negara kita menghadapi setiap bentuk ancaman.

c.  Apabila pendapat penulis tentang makna pertahanan negara tidak dapat diterima, maka perlu ada kejelasan kembali tentang tugas Departemen Pertahanan agar tidak bertentangan dengan makna pertahanan negara. Setidaknya ada diktum yang menjelaskan perbedaan makna tersebut.

  Dari segi redaksional.

a.  Umum. Pada dasarnya produk-produk hukum disusun dengan kalimat yang sederhana, mempunyai arti yang jelas dan tidak mempunyai duplikasi pengertian. Meskipun dikatakan sederhana, adakalanya kalimat tersebut harus panjang untuk mencegah terjadinya duplikasi pengertian. Namun bila dengan kalimat yang sederhana sudah memberikan arti yang jelas, sebaiknya tidak diperpanjang atau ditambah lagi, karena dapat memudarkan arti seperti yang diharapkan. Undang-undang sebagai produk hukum yang tingkatannya cukup tinggi karena akan menjadi acuan bagi peraturan atau produk-produk hukum dibawahnya semestinya harus tersusun dengan baik, termasuk segi tata tulis atau redaksional. Dalam undang-undang ini terliahat beberapa kesalahan redaksional seperti diuraikan berikut.

b.  Pasal 1 ayat 4 tertulis "Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan pada tingkat strategi dan kebijakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara". Dalam ayat 4 ini arti "pada tingkat strategis" tidak jelas, sehingga dapat mengakibatkan interprestasi yang berbeda-beda. Juga bila diperhatikan, kalimat dalam ayat 4 tersebut tidak sinkron dengan pasal 1 ayat 3 yang berbunyi " Penyelenggaraan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara". Sebaiknya ayat 4 berbunyi "Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk menyusun kebijakan pertahanan negara, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara."

c.  Pasal 1 ayat 5 tertulis "Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Dalam ayat ini menurut pendapat penulis kata-kata "yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan" tidak perlu ditulis, karena pada dasarnya Tentara Nasional Indonesia seyogyanya senantiasa dalam kondisi siap melaksanakan tugas-tugas. Jadi ayat 5 sebaiknya cukup tertulis "Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia".

d.  Pasal 1 ayat 6 sampai 10 yang menjelaskan tentang komponen cadangan dan komponen pendukung kelihatan tidak sinkron dengan pasal 8 ayat (1) dan (2). Pada ayat 6 sampai 10 komponen cadangan dan komponen pendukung hanya meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedang pada pasal 8 ayat (1) dan (2) komponen cadangan dan komponen pendukung selain meliputi seperti tersebut diatas juga termasuk sarana dan prasarana nasional. Karena pasal 8 ayat (1) dan (2) isinya hanya berupa penjelasan, sebaiknya ayat ini tidak perlu ada. Isi ayat ini cukup dicantumkan pada pasal 1 tentang ketentuan umum (pengertian-pengertian). Dengan demikian tidak terdapat ketidak sinkronan.

e.  Pasal 6 tertulis "Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman". Dalam kalimat ini kata "serta" menghilangkan arti keseluruhan dari kalimat. Sebaliknya kata "serta" diganti dengan "dalam". Sehingga pasal 6 berbunyi "Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara & bangsa dalam menanggulangi setiap ancaman."

f.  Pasal 14 ayat (5) tertulis "Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Presiden menghentikan pengerahan operasi militer". Menurut penulis, kata "pengerahan operasi militer" tidak mempunyai arti yang jelas. Semestinya yang dikerahkan adalah pasukan atau kekuatan Tentara Nasional Indonesia. Dilain pihak kata "operasi militer" sudah bermakna pengerahan pasukan. Sebaiknya kata operasi militer diganti dengan kekuatan Tentara Nasional Indonesia". Hal ini maksudnya agar sinkron dengan istilah yang digunakan pada pasal 14 ayat (3).

g.  Pasal 16 ayat (7) tertulis "Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan". Kata "serta" membuat kalimat tersebut menjadi tidak jelas maksudnya. Sebaiknya kata "serta" diganti dengan "dalam". Sehingga pasal 16 ayat (7) tertulis "Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan".

h.  Pasal 7 ayat (3) tertulis "Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintahan di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa". Kata "pertahanan"disini tidak pas dengan pengertian pertahanan pada pasal 1 ayat 1. Sehingga adanya kata pertahanan membuat pemahaman kalimat menjadi tidak jelas. Sebaiknya kata "pertahanan" disini diganti dengan "militer".

i.  Pasal 18 ayat (3) tertulis "Panglima berwenang menggunakan segenap komponen pertahanan negara dalam penyelenggaraan operasi militer berdasarkan undang-undang". Adanya kata-kata "berdasarkan undang-undang" sepertinya tidak sinkron dengan pasal-pasal sebelumnya yang tidak mencantumkan kata-kata itu. Pada dasarnya segala sesuatu yang diatur dalam undang-undang ini sudah dengan sendirinya berdasarkan undang-undang meskipun tidak disebutkan. Lain halnya bila undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang atau peraturan lain yang akan mengatur tata cara Panglima TNI menggerakkan TNI. Bila demikian, seyogyanya undang-undang atau peraturan tersebut harus disebutkan secara jelas, setidaknya dalam penjelasan undang-undang tersebut.

j.  Pada pasal 1 ayat 1 tertulis "Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara". Dari pasal ini kata-kata yang digaris bawah sebenarnya tidak perlu ada. Artinya tanpa kata-kata itu makna pertahanan sudah jelas. Bahkan tambahan kata-kata itu mengakibatkan makna pasal tersebut menjadi tidak jelas. Jadi sebenarnya pasal 1 ayat 1 cukup tertulis "Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan ". Bahkan mungkin kata "dari ancaman dan gangguan" pun dapat ditiadakan tanpa merubah makna pertahanan.

k.  Pada penjelasan undang-undang halaman 6 alinea ke 3 tertulis "Tentara Nasional Indonesia", yangg terdiri dari AngkatanDarat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat". Dalam pasal ini kemungkinan tujuannya adalah memperjelas beda peran TNI dengan Polri. Bila demikian halnya sebaiknya kata "dalam" diganti dengan "sebagai" agar sinkron. Sehingga kalimatnya menjadi "Tentara Nasional Indonesia", yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, pengayom masyarakat, serta pemberi pelayanan kepada masyarakat".


Struktur/Tahapan/Tingkatan/Jenjang Karir Jabatan Tanda Kepangkatan TNI - Tentara Nasional Indonesia
1. Pangkat TNI - AL ::: Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
=== Perwira ===
- Perwira Tinggi -
Laksamana
Laksamana Madya
Laksamana Muda
Laksamana Pertama
- Perwira Menengah -
Kolonel
Letnan Kolonel
Mayor
- Perwira Pertama -
Kapten
Letnan Satu
Letnan Dua
=== Bintara ===
- Bintara Tinggi -
Pembantu Letnan Satu
Pembantu Letnan Dua
- Bintara -
Sersan Mayor
Sersan Kepala
Sersan Satu
Sersan Dua
=== Tamtama ===
- Tamtama Kepala -
Kopral Kepala
Kopral Satu
Kopral Dua
- Tamtama -
Kelasi Kepala
Kelasi Satu
Kelasi Dua
2. Pangkat TNI - AU ::: Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara
=== Perwira ===
- Perwira Tinggi -
Marsekal
Marsekal Madya
Marsekal Muda
Marsekal Pertama
- Perwira Menengah -
Kolonel
Letnan Kolonel
Mayor
- Perwira Pertama -
Kapten
Letnan Satu
Letnan Dua
=== Bintara ===
- Bintara Tinggi -
Pembantu Letnan Satu
Pembantu Letnan Dua
- Bintara -
Sersan Mayor
Sersan Kepala
Sersan Satu
Sersan Dua
=== Tamtama ===
- Tamtama Kepala -
Kopral Kepala
Kopral Satu
Kopral Dua
- Tamtama -
Prajurit Kepala
Prajurit Satu
Prajurit Dua
3. Pangkat TNI - AD ::: Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
=== Perwira ===
- Perwira Tinggi -
Jendral
Letnan Jendral
Mayor Jendral
Brigadir Jendral
- Perwira Menengah -
Kolonel
Letnan Kolonel
Mayor
- Perwira Pertama -
Kapten
Letnan Satu
Letnan Dua
=== Bintara ===
- Bintara Tinggi -
Pembantu Letnan Satu
Pembantu Letnan Dua
- Bintara -
Sersan Mayor
Sersan Kepala
Sersan Satu
Sersan Dua
=== Tamtama ===
- Tamtama Kepala -
Kopral Kepala
Kopral Satu
Kopral Dua
- Tamtama -
Prajurit Kepala
Prajurit Satu
Prajurit Dua

KEPEMIMPINAN


PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Pengertian Kepemimpinan menurut adalah  lebih sekedar pada atribut pribadi, suatu sifat kepribadian dan watak umum yang dapat dibiaskan ke dalam spectrum sifat-sifat kepemimpinan. Ia juga merupakan suatu peranan yang ditentukan oleh harapan-harapan kelompok, lembaga atau organisasi.
Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama.
George R.Terry merumuskan bahwa Leadership is the relationship in which one person or the leader influences others to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Hubungan antara pemimpin dan mereka yang dipimpin bukanlah hubungan satu arah,tetapi harus ada antar hubungan ( interaction ).
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya fungsi dari pemimpin adalah mengarahkan, membina, mengatur, menunjukkan terhadap orang-orang yang dipimpin agar orang-orang yang dipimpin itu senang, sehaluan serta terbina dan mengikuti kehendak dan tujuan dari pemimpin itu sendiri.

TIPE KEPEMIMPINAN
Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3. TIpe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.
5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung.
Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.

Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang profesional.


TEORI  KEPEMIMPINAN

1. Teori Sifat Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
- pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
- sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.

Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu.